Berbekal biji kopi robusta mentah yang saya beli di kampung dua bulan lalu, saya mulai dengan proses roasting. Tidak seperti barista professional, karena keterbatasan alat dan ilmu maka saya gunakan wajan bekas sebagai alas menyangrai biji kopi.
Sengaja saya pilih jenis Robusta, karena aromanya yang lebih harum. Selain itu, jenis Robusta sangat melimpah di kampung saya dibanding dengan Arabica misalnya. Kalau ingin tahu lebih banyak jenis-jenis kopi, silakan googling saja. Sudah banyak ulasan yang lebih terpercaya dibandingkan ocehan saya. He..he..
Oke, saya lanjutkan soal menyangrai kopi. Proses ini (menurut saya) intinya adalah proses memasak biji kopi sehingga matang dan mencapai warna hitam cantik atau coklat eksotik sesuai keinginan kita. Ada baiknya biji kopi mentah kita cuci dulu. Supaya kotoran yang menyertai biji kopi yang baru kita beli tidak ikut termasak dan mempengaruhi rasa kopi yang dihasilkan. Setelah dicuci barsih, tiriskan sampai cukup kering atau hilang kandungan airnya. Boleh juga kalau ingin dijemur ulang supaya biji kopi benar-benar kering.
Setelah biji kopi bersih, siapkan api sedang dan tunggu hingga wajan panas. Lalu masukkan biji kopi disertai mengaduknya terus menerus. Tujuannya supaya biji kopi terkena panas dan matang secara merata.
Dalam proses pemasakan ini seleralah yang berbicara. Ada yang suka lite, medium, atau bahkan dark-beyond alias gosong. Kalau saya lebih suka yang medium-dark. Pada level ini kopi berwarna coklat kehitaman dengan sedikit minyak di permukaannya. Dan harapannya nanti rasa kopi yang muncul adalah kombinasi manis-pahit dan sedikit oily.
Ketika aroma kopi yang cukup pekat sudah keluar, dan warna kopi sudah merata (artinya sebagian besar kopi berwarna sama, tidak belang) saya mulai angkat kopi dari wajan. Yang perlu diingat, angkat kopi setidaknya 5 menit sebelum warna yang anda inginkan tercapai. Karena setelah diangkat dari penggorengan pun kopi masih mengalami proses pematangan oleh panas yang ada di dalam biji kopi.
Proses selanjutnya adalah menghaluskan biji kopi. Lagi-lagi, karena terbatasnya peralatan alias tidak punya grinder khusus, saya pilih cara tradisional. Saya gunakan lumpang batu dan alu kayu yang kemudian dilanjutkan dengan blender rumahan
Proses menumbuk kopi ini sekejap melemparkan saya ke nostalgia masa kecil dulu. Dulu, semasa SD saya tinggal dan dibesarkan oleh kakek dan nenek saya di kampung. Simbok (begitu saya memanggil mbah putri saya) sering kali menyuruh saya menumbuk kopi untuk kebutuhan sehari-hari. Untuk mbah Kakung, mbah Putri ataupun jika ada tamu yang datang. Ah..sudahlah. Saya jadi rindu dengan kedua almarhum.
Kembali ke kopi kita, dalam menghasilkan bubuk kopi ini pun sesuai selera. Kalau saya termasuk yang konvensional. Saya suka yang medium, sedikit dibawah coarse. Butiran kasar seperti pasir pantai, sehingga ketika sudah diseduh sebagai kopi tubruk ada sensasi butir kopi yang bisa saya gigit-gigit. Ha..ha...ha..
Nah, jika kopi sudah selesai digiling tinggal simpan kopi dengan benar. Simpan di wadah yang tertutup rapat dan kering. Dan agar kopi dapat dinikmati dengan maksimal, sebaiknya konsumsi kopi secepatnya. Jangan terlalu lama menyimpan kopi. Karena aromanya dapat berkurang atau bahkan hilang.
Kopi, adalah kebebasan. Mulai dari jenis kopinya, cara memasak, hingga jenis minuman apa yang akan dihasilkan terserah selera masing-masing. Arabica, Robusta, Liberia, bebas. Lite, medium, medium-dark, dark-beyond, bebas. Coarse, medium, Turkish, bebas. Tubruk, French drip, cold brew, bebas. Espresso, Americano, frappe, latte, bebas. Yang penting kita sama-sama menikmati dan menghargai kopi sebagai kebebasan berproses dalam mencapai kenikmatan.
Ngopi dulu yuk…
- Disclaimer : Seluruh tulisan ini adalah proses otodidak dan tidak mencerminkan ilmu ataupun teknik pengolahan kopi yang benar secara profesional.